Jakarta (Antara Bali) - Bandaranya baru. Pada beberapa sudutnya masih
tercium bau cat. Dari luar, bentuknya menyerupai siluet komodo. Ya,
selamat datang di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Keluar
dari bangunan yang belum tuntas benar ini, terbentang jalan agak lebar
nan mulus. Setelah melewati pusat kota yang tak jauh dari bibir laut,
hanya sekitar sepuluh menit rombongan yang di dalamnya turut ANTARA
News, sudah sampai di satu hotel di mana kami semua diinapkan.
"Di
Labuan Bajo, semua serba sepuluh menit," kata Fadel, pemandu sekaligus
pengemudi kendaraan yang kami tumpangi selama meliput rangkaian kegiatan
yang diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Labuan
Bajo ini terbilang kota kecil tapi eksotis, kendati hampir sepanjang
pantainya diganggu oleh pemandangan sampah-sampah berserakan, mulai
botol minuman ringan sampai bungkus permen.
Tetapi satu hal paling mencengangkan adalah betapa amannya kota ini. Tak ada preman, tak ada pengamen, pun pengemis.
"Di
sini kalau pun Anda harus jalan malam-malam, tak akan ada seorang pun
yang jahil," kata Fadel lagi. "Kita hanya akan terganggu pada malam
Natal dan Tahun Baru karena malam-malam orang bisa berpapasan dengan
anak-anak muda yang mabuk. Mereka tak mengganggu, tapi hati-hatilah."
Menurut Fadel, kalau pun dalam keadaan mabuk, orang-orang sini sama sekali tak mengganggu orang lain.
Semua hotel di Labuan Bajo menghadap pantai, berlomba mencuri situs matahari terbenam atau terbit.
Pantai-pantainya
memang indah, dengan rangkaian gugus pulau di sana sini menyempurnakan
keindahan itu. Dari jauh Anda akan menikmati air laut nan hijau, dan
makin kelihatan hijau bersemu biru, ketika matahari penuh membakar Bumi.
Kuliner
Situs
indah ini terbilang "perawan". Tak banyak pojok kuliner di sini, tak
seperti umum ditemui kawasan-kawasan wisata lain di Indonesia.
Namun,
saat malam akan memeluk Bumi, di sebuah sudut yang dinamai Kampung
Ujung, para wisatawan biasanya akan menemui sebuah pojok jajan
terpopuler yang terdiri atas lapak-lapak kuliner seperti ada di kawasan
Sabang, Jakarta, Simpang Dago di Bandung, Malioboro di Yogyakarta, dan
banyak tempat di seluruh Indonesia.
Ada sekitar 30 warung makan
yang umumnya menyajikan makanan laut (seafood). Di tempat yang kedua
tepinya diapit pinggir jalan utama kota Labuan Bajo dan pembatas
pelabuhan ini, ternyata hanya satu warung yang dikelola orang asli
Labuan Bajo. Selebihnya orang-orang Pulau Jawa-lah yang mengelolanya.
Dari
ke 30 warung itu, Barokah adalah salah satu yang terlaris. Fadel
mengaku selalu merekomendasikan warung ini kepada tamu-tamunya, termasuk
wisatawan asing.
Namun Anda harus bersabar menanti masakan siap
disajikan, terutama saat masa penuh pelanggan dan yang dipesan adalah
ikan bakar. Pengelola warung, keluarga pasangan Sumiyem dan Umar Ali
beserta dua anaknya, tampak berusaha seprima mungkin menyajikan makanan.
Mereka selalu memastikan semua bumbu terserap selama dibakar.
"Harus begitu, biar enaknya penuh," kata Sumiyem yang mengaku menjadi perintis di pojok jajanan ini.
Sumiyem
tak memiliki resep khusus untuk ikan bakarnya, namun dia dan suami
serta anaknya, hanya memastikan ikan bakar termasak sempurna sehingga
pelanggan jatuh nikmat merasakannya.
Jika dibandingkan dengan
makanan hotel, jelas harganya bagai Bumi dan langit. Tapi pelanggan
dijamin tak akan mengeluhkan kualitas gizinya. Hampir semua ikan di
sini, termasuk baronang dan kakap yang menjadi favorit pelanggan,
ditangkap dari perairan bersih dari polusi.
Banyak yang ketagihan mengulang makan di warung Sumiyem. "Ya bule-bule juga ada yang beberapa kali datang ke sini," kata dia.
Hanya
beberapa meter dari warung Sumiyem, tepat di depan tempat kapal-kapal
berlabuh berdiri sebuah warung makan bernama Philemon.
Di sini,
menu unggulannya adalah "ikan kuah asam". Warnanya kuning
membangkitkan nafsu makan, aromanya juga merayu mulut untuk segera
mencicipinya.
"Ini memang makanan favorit di sini," kata Alan si pelayan warung ini.
Inti
"ikan kuah asam" ini adalah kakap merah. Bumbunya biasa, namun ada buah
nanas yang dipotong kecil pada sajiannya. Satu porsi bisa dilahap dua
orang.
Yang juga menarik asa makan di sini adalah "sop ikan".
Mungkin karena ikan-ikannya diambil dari laut yang steril, maka rasanya
sempurna nikmat.
Bukit Cinta
Tak banyak pilihan untuk berwisata kuliner di Labuan Bajo, dan jangan harap menemukan sajian khas daerah sini.
"Kami
tak biasa membuat warung makan," kata Florensius, pemandu situs wisata
Batu Cermin, yang jaraknya juga tak jauh dari pusat kota Labuan Bajo.
Untuk
itu, kebanyakan pojok makan di Labuan Baju menawarkan menu-menu luar
Flores. Florensius dan kebanyakan orang sini menamainya dengan "makanan
Jawa". Bahkan masakan Padang pun masuk ke kategori ini.
Mungkin
karena yang utama dari kawasan ini adalah wisata pulau, pantai dan
bukit-bukit berhiaskan pohon-pohon lontar yang beberapa di antaranya
mengepung lembah besar di mana Bandara Komodo berada. Tentu saja
primadonanya adalah komodo, Pulau Komodo dan Pulau Rinca.
Namun tak jauh dari pusat kota Labuan Bajo sendiri ada banyak situs menarik yang layak dikunjungi, antara lain Bukit Cinta.
"Kenapa disebut Bukit Cinta? Karena sore-sore tempat ini biasanya menjadi tempat anak-anak muda pacaran," kata Fadel.
Anak-anak
muda Flores sendiri tak salah memadu romansa di Bukti Cinta karena dari
tempat syahdu ini siapa pun bisa menikmati keindahan Labuan Bajo dan
rangkaian pulau yang mengelilinginya sehingga bagi yang berpacaran
menambah suasana romantis.
Jika langit cerah dan jika sore mulai
menghapus siang, pemandangan dari bukit ini luar biasa indah. Dari
puncak bukit ini, siapa pun bisa melihat pulau-pulau dan gugusan pulau
dipisahkan langit biru yang pada beberapa tepinya kehijau-hijauan.
Tampak
pula kapal-kapal berlabuh di Labuan Bajo, selain dermaga-dermaga kecil
menuju pulau-pulau tertentu yang kabarnya ada yang dimiliki asing.
Sedangkan laju perahu atau kapal terlihat seperti titik putih yang
memberi garis putih membelah hampiran biru kehijauan laut kawasan
Komodo.
Ke arah timur bukit, landasan pacu Bandara Komodo
terlihat jelas, seperti karpet berbatas putih yang dihamparkan di
lantai. Dari sini Anda bisa menikmati bagaimana pesawat tinggal atau
lepas landas.
Sepuluh menit dari Bukit Cinta, ada pantai eksotik
Waecicu. Walaupun jalan menuju pantai ini buruk, mata tetap disehatkan
oleh pemandangan pantai dan rangkaian pulau indah kemilau di sisi jalan.
Di
pantai ini berdiri beberapa hotel yang umumnya dihuni wisatawan asing.
Di satu hotel beratap hijau dengan konsep hotel bungalow yang umum
ditemui di kawasan Puncak, Jawa Barat, seluruh penyewa hotel ini adalah
wisatawan asing berkulit putih.
Mereka asyik bercengkerama di
satu kolam renang di bawah sinar mentari siang, sedangkan lainnya
berlayar di laut dangkal kehijauan. Lainnya berjemur di terik matahari
tropis Flores. Rasanya, sungguh indah nan damai dunia ini. (WDY)
Serba Sepuluh Menit di Labuan Bajo
Kamis, 7 Agustus 2014 16:34 WIB