Jakarta (Antara Bali) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai Indonesia
membutuhkan undang-undang tentang penanggulangan perubahan iklim yang
berisi penetapan target penurunan emisi nasional dan mengatur upaya
mitigasi serta adaptasi perubahan iklim.
"Undang-Undang
Perubahan Iklim harus segera dibentuk, sungguh tidak adil jika dampak
perubahan iklim harus ditanggulangi oleh generasi yang akan datang,"
kata Manajer Kampanye Walhi Edo Rakhman di Jakarta, Senin.
Ia
mengatakan UU tentang penanggulangan perubahan iklim tersebut harus
menjadi landasan bagi pemerintah untuk menerbitkan kebijakan dan
menjalankan program-program pembangunan.
Pengurangan emisi
melalui moratorium hutan primer dan seluruh lahan gambut serta
penghentian penggunaan batubara sebagai sumber tenaga listrik menurutnya
perlu segera dilakukan.
"Pemerintah harus memaksimalkan
sumber-sumber energi terbarukan yang cukup banyak tersedia di Indonesia
seperti panas bumi, tenaga matahari, tenaga arus laut dan sumber-sumber
energi biofuel lainnya," katanya.
Indonesia kata dia, butuh
regulasi perundang-undangan yang secara serius mengatur dan menetapkan
kondisi dan dampak-dampak perubahan iklim tersebut.
Selain tu,
perlu diatur tentang tanggung jawab negara kepada rakyat atas dampak
perubahan iklim yang terjadi karena perubahan iklim berdampak pada
kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
"Semangat moratorium
juga harus dinaikkan level kebijakannya, bisa dimasukkan dalam
undang-undang perubahan iklim karena masih sangat mudah di patahkan
dengan kebijakan otonomi daerah," katanya.
Ia mencontohkan
moratorium di beberapa daerah yang tidak berjalan optimal karena
temuan-temuan Walhi di lapangan bahwa moratorium tidak dianggap penting
oleh pemerintah daerah dan korporasi-korporasi yang bergerak di bidang
hutan tanaman industri dan perkebunan sawit.
Instruksi presiden
seolah-olah tidak mempunyai kekuatan hukum karena para kepala daerah
lebih mengacu pada aturan-aturan tata ruang yang telah mereka buat dan
berlindung pada kekuatan otonomi daerah sehingga izin perkebunan dapat
dikeluarkan sesuai kewenangan dan keinginan kepala daerah.
Faktanya
kata Edo, perubahan iklim berdampak pada segala sesuatu yang berada
dalam lingkungan hidup. Kondisi ini tidak cukup hanya dipandang sebagai
sebuah fenomena lazim atau proses alamiah semata, tetapi harus dilihat
sebagai sebuah dampak dari aktivitas dan campur tangan manusia.
"Seperti
kegiatan industri, energi, teknologi, pertanian, pengelolaan sumber
daya alam dan lain-lain. Peningkatan produksi emisi adalah fakta yang
berhubungan dengan aktivitas atau campur tangan manusia," katanya.
Saat
ini tambahnya, Indonesia merupakan satu dari lima negara penghasil
emisi terbesar di muka bumi yang berasal dari deforestasi dan degradasi
hutan.
Meski pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk
menurunkan emisi sebesar 26 persen hingga 2020, namun dalam faktanya
belum mampu untuk dilakukan.
Sampai detik ini kata Edo, kebakaran
hutan dan lahan gambut masih terus terjadi dan semakin memberikan
dampak buruk terhadap masyarakat Indonesia dan bahkan sampai ke
negara-negara tetangga. (WDY)
Walhi: Indonesia Perlu UU Perubahan Iklim
Senin, 22 September 2014 14:48 WIB