Jakarta (Antara Bali) - Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
meluncurkan buku "Outlook Energi 2014" yang memberi gambaran tentang
permasalahan energi di Indonesia serta proyeksi kebutuhan dan pasokan
energi untuk kurun waktu 2012--2035.
"Buku ini dikeluarkan berdasarkan prediksi dan kondisi yang ada.
Kita ingin menggambarkan wajah kita jika tidak melakukan sesuatu," kata
Kepala BPPT Unggul Priyanto saat peluncuran buku Outlook Energi 2014
bertema Pengembangan Energi dalam Mendukung Program Substitusi BBM, di
Jakarta, Selasa.
Tujuannya buku ini, menurut dia memberi rekomendasi energi bagi
sektor industri masa depan dan mencari substitusi BBM yang tepat
sehingga mampu membawa Indonesia keluar dari perangkap negara
berpendapatan menengah (middle income trap).
Ia mengatakan energi penting guna menciptakan ketahanan nasional,
karenanya menuntut pengelolaan energi yang tepat dan cermat, meliputi
penyediaan, pemanfaatan dan pengusahaannya yang dapat dilaksanakan
secara berkelanjutan, rasional, optimal dan terencana.
Pada skenario dasar, kebutuhan energi termasuk biomasa meningkat
dari 1.079 juta Setara Barek Minyak (SBM) pada 2012 menjadi 1.916 juta
SBM pada 2025, dan mencapai 2.980 juta SBM pada 2035 dengan laju
pertumbuhan 4,5 persen per tahun. Sedangkan pada skenario tinggi,
kebutuhan energi termasuk kebutuhan energi pada 2025 mencapao 2.132 juta
SBM dan mencapai 3.797 juta SBM pada 2035 dengan laju pertumbuhan 5,6
persen per tahun.
Pada skenario dasar, sektor industri diperkirakan akan menjadi
konsumen energi komersial (tanpa biomasa) terbesar yang pangsanya naik
dari 41,8 persen (2012) menjadi 44,4 persen (2035). Sektor transportasi
sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi menjadi konsumen energi kedua
terbesar dengan pangsa 39,6 persen.
Pada skenario tinggi, kondisi hampir sama dengan skenario dasar
hanya sektor industri tumbuh lebih cepat sehingga pangsanya mencapai 45
persen sementara sektor transportasi sedikit lebih rendah yakni 38,4
persen.
BPPT memperkirakan total penyediaan energi primer untuk skenario
dasar pada 2012--2035 meningkat hampir tiga kali lipat dengan laju
pertumbuhan rata-rata 4,7 persen per tahun, dari 1.542 juta SBM (2012)
menjadi 4.475 juta SBM (2035).
Pertumbuhan PDB yang lebih besar
menyebabkan total penyediaan energi pada skenario tinggi meningkat lebih
tajam dengan pertumbuhan rata-rata 5,9 persen per tahun, dengan bauran
energi di 2012 didominasi oleh minyak bumi dan akan bergeser ke batubara
di 2035.
Keterbatasan sumber daya energi menyebabkan pada 2033 total
produksi energi dalam negeri (fosil dan energi baru terbarukan/EBT)
sudah tidak mampu memenuhi konsumsi domestik sehingga Indonesia akan
menjadi negara net importir energy untuk skenario dasar.
Sedangkan pada skenario tinggi menjadi net importir energy
lebih cepat lagi yaitu pada 2030 karena peningkatan kebutuhan energi
yang lebih tinggi. Untuk pasokan gas, Indonesia akan menjadi negara net importir gas pada 2023, berdasarkan data neraca gas 2012--2025.
Persoalan-persoalan dalam pengelolaan energi tersebut harus
mendapat prioritas untuk dicarikan solusinya mengingat energi adalah
sebagai salah satu faktor penggerak perekonomian nasional, ujar dia.
Staf ahli Bidang Komunikasi dan Sosial Kemasyarakatan Menteri ESDM,
Ronggo Kuncahyo, mengatakan biofuel masih kalah dengan BBM bersubsidi.
Pihaknya memang sudah memikirkan soal substitusi energi fosil ke energi
baru terbarukan, tetapi tidak mudah dilakukan.
Untuk sumber energi lain seperti panas bumi, menurut dia, masih terkendala mahalnya pembangunan pembangkit. (WDY)
BPPT Luncurkan Buku "Outlook Energi 2014"
Selasa, 30 September 2014 11:37 WIB
Buku ini dikeluarkan berdasarkan prediksi dan kondisi yang ada. Kita ingin menggambarkan wajah kita jika tidak melakukan sesuatu,"