Jakarta (Antara Bali) - Pemerintah berencana menurunkan tarif listrik
dengan menekan biaya pokok pengadaan atau BPP dalam jangka panjang.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman di Jakarta, Rabu,
mengatakan saat ini BPP listrik sekitar Rp1.300 per kWh, namun
ditargetkan turun menjadi Rp900 per kWh pada 2020.
"Penurunan BPP ini dilakukan dengan memperbaiki energy mix." katanya.
Menurut dia, ke depan pemerintah akan menurunkan pemakaian
pembangkit berbahan bakar mahal yakni minyak bumi dan sebaliknya
meningkatkan batubara dan gas yang murah.
Pada 2014, porsi minyak bumi dalam bauran energi (energy mix)
mencapai 9,7 persen, lalu 2015 ditargetkan turun menjadi 8,5 persen.
"Pada 2020, porsi minyak tinggal satu persen," katanya.
Sementara, lanjutnya, porsi batubara akan dinaikkan menjadi 65 persen dan gas 18 persen pada 2020.
Tarif listrik dengan memakai pembangkit batubara hanya Rp700 per kWh, sedangkan minyak bisa di atas Rp2.000 per kWh.
"Pembangkit batubara akan menjadi andalan pemenuhan kebutuhan listrik dalam beberapa tahun mendatang," ujarnya.
Ia mengatakan, dengan catatan kurs dolar AS terhadap rupiah konstan
seperti saat ini, maka tarif listrik dengan mekanisme penyesuaian
otomatis (automatic tariff adjustment) juga bakal turun.
Pemerintah telah merencanakan penerapan "automatic tariff
adjustment" pada sebagian besar golongan pelanggan listrik nonsubsidi
dalam beberapa tahun mendatang.
Saat ini, empat golongan yakni rumah tangga besar (R3) dengan daya
6.600 VA ke atas, bisnis menengah (B2) 6.600-200.000 VA, bisnis besar
(B3) di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah (P1) 6.600-200.000 VA sudah
diterapkan "automatic tariff adjusment" per 1 Mei 2014.
Menyusul, tujuh golongan yakni rumah tangga R1 (1.300 VA), rumah
tangga R1 (2.200 VA), rumah tangga R2 (3.500-5.500 VA), industri
menengah I3, penerangan jalan umum P3, pemerintah P2 (di atas 200 kVA),
dan industri besar (I4) mulai 1 Januari 2015.
Dengan demikian, per Januari 2015, hanya pelanggan rumah tangga R1
450 dan 900 VA, lalu sosial, bisnis kecil, dan industri kecil yang belum
dikenakan tarif penyesuaian.
Sesuai skema "automatic tariff adjustment", maka penentuan tarif
listrik dihitung setiap bulan dengan mengacu fluktuasi kurs, harga
minyak, dan inflasi.
Dengan skema itu, tarif listrik empat golongan pelanggan nonsubsidi
mengalami penurunan pada Oktober 2014 dibandingkan September 2014
karena kurs dolar terhadap rupiah juga turun.
Tarif listrik R3, P1, dan B2 mengalami penurunan dari Rp1.531,86
pada September 2014 menjadi Rp1.515,82 per kWh pada Oktober 2014.
Sementara, golongan B3 turun dari Rp1.155,69 pada September 2014 menjadi Rp1.143,59 per kWh pada Oktober 2014. (WDY)
Pemerintah Rencanakan Penurunan Tarif Listrik
Rabu, 1 Oktober 2014 20:42 WIB