Denpasar (Antara Bali) - Direktur Program Doktor Ilmu Agama Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dr Ketut Sumadi mengingatkan, pengeluaran biaya ritual terkait Galungan, termasuk membeli kelengkapan penjor yang cenderung semakin mahal semuanya atas dasar keiklasan untuk bernyadnya (korban suci).
"Umat dalam melaksanakan korban suci itu tentu atas dasar kemampuan ekonomi, karena juga harus memperhatikan kebutuhan pokok, kelangsungan pendidikan bagi putra-putrinya dan melanjutkan aspek kehidupan lainnya," kata Ketut Sumadi di Denpasar, Minggu.
Umat Hindu akan melaksanakan Hari Raya Galungan, hari kemenangan Dharma (kebaikan) melawan Adharma (keburukan) pada hari Rabu, 17 Desember 2014.
Ketut Sumadi mengingatkan, untuk itu ummat Hindu agar menyiasati kenaikan harga-harga kebutuhan pokok dan keperluan ritual yang rutin terjadi menjelang hari suci umat Hindu di Pulau Dewata.
Kenaikan harga selain kondisi pasar yakni permintaan banyak dalam waktu bersamaan, sementara persediaan terbatas juga dipicu oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sehingga tidak mengherankan semua pasar tradisional di kota dan perdesaan Pulau Dewata sejak tiga hari terahir penuh sesak dan akan terus berlangsung hingga H-2 Galungan.
Sumadi menggaris bawahi tidak ada ketentuan seseorang dalam merayakan ritual Galungan harus menyuguhkan buah impor atau kue yang berstandar, namun semua persembahan itu didasarkan atas keiklasan sesuai dengan kondisi ekonomi yang dimilikinya.
Oleh sebab itu, umat telah menyadari, meskipun harga-harga merangkak naik, masyarakat tidak harus berutang, yang penting keiklasan untuk menyuguhkan yang terbaik.
Menyinggung modifikasi kelengkapan penjor yang banyak dijual di pasaran sehingga orang Bali tidak perlu repot-repot membuat sendiri, Ketut Sumadi menilai telah terjadi pergeseran budaya dalam kehidupan masyarakat.
Dengan adanya modifikasi kelengkapan penjor menyebabkan proses kreativitas seni itu mulai berkurang, namun pada satu sisi perajin yang menjual motifikasi itu memperoleh nilai ekonomi.
Usaha ekonomi kreatif baru yang berkembang itu diharapkan tumbuh di setiap desa pekraman (adat) di delapan kabupaten dan satu kota di Bali sehingga ekonomi dapat menyebar secara merata.
Dengan adanya perajin di setiap desa pekraman yang melakukan proses modifikasi kelengkapan penjor, sehingga hiasan bambu yang melambangkan kemakmuran itu bervariasi dan tidak seragam satu sama lainnya.
Masing-masing desa pekraman di Bali mempunyai kekhasan penjor tersendiri dan kekhasan itu perlu tetap terpelihara dengan mengembangkan sentra-sentra kerajinan yang khusus memproduksi modifikasi penjor. (MFD)
Pengeluaran Biaya Terkait Galungan Atas Keiklasan
Minggu, 14 Desember 2014 13:11 WIB