PLTP Baturraden siap produksi energi bersih dengan kapasitas hingga 220 MW

Jakarta (Antara) -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Baturraden sebagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) pada 2010 lalu dengan total luas lahan mencapai 24.660 Ha. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden diproyeksikan akan mulai beroperasi penuh pada 2022, dengan kapasitas mencapai 220 MW.

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri ESDM No. 4557 K/30/MEM/2015, pemegang Izin Panas Bumi (IPB) pada WKP Baturraden tersebut adalah PT Sejahtera Alam Energy (SAE) dengan kepemilikan saham terdiri atas STEAG 75% dan PT Trinergy 25%. 

Energi Panas Bumi bersumber dari energi panas yang terkandung dalam perut bumi dan pada umumnya berasosiasi dengan keberadaan gunung api. Air yang bersumber diantaranya dari hujan, akan meresap ke dalam batuan di bawah tanah hingga mencapai batuan reservoir. Air ini kemudian terpanaskan oleh magma yang menjadi sumber panas utama sehingga berubah menjadi air panas atau uap panas (fluida thermal) dengan kisaran temperatur 240-310 OC. Fluida thermal tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik dengan cara melakukan pengeboran (drilling) dan mengalirkan fluida thermal untuk menggerakkan turbin dan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Fluida thermal selanjutnya diinjeksikan kembali ke dalam reservoir melalui sumur reinjeksi untuk menjaga keseimbangan fluida dan panas sehingga sistem Panas Bumi berkelanjutan. Oleh sebab itu kebutuhan air bersih untuk rumah tangga tidak akan terganggu oleh kegiatan Panas Bumi mengingat fluida Panas Bumi yang digunakan untuk pembangkitan energi listrik bukan berasal dari air permukaan melainkan berasal dari reservoir Panas Bumi dengan kedalaman 1.500 s.d. 2500 meter. Kegiatan Panas Bumi juga harus tetap memperhatikan perlindungan lingkungan mengingat keberlangsungan Panas Bumi sangat bergantung pada lingkungan di sekitarnya termasuk satwa dan tumbuh-tumbuhan. 

Panas Bumi merupakan energi yang sangat ramah lingkungan, dimana CO2  yang dihasilkan dari PLTP hanya 1,5% dari PLTU dan 2.7% dari PLTG (sumber: IGA Paper). Adapun karakteristik umum energi Panas Bumi antara lain:

1.Sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan sustainable.
2.Tidak dapat diekspor, hanya dapat digunakan untuk konsumsi dalam negeri (indigenous).
3.Bebas dari risiko kenaikan (fluktuasi) bahan bakar fosil.
4.Tidak tergantung cuaca, supplier, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan dan bongkar muat dalam pasokan bahan bakar.
5.Tidak memerlukan lahan yang luas.

Gunung Slamet yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah memiliki topografi yang cukup terjal, sehingga pada awal pembukaan jalan dan wellpad untuk pengeboran sumur Panas Bumi disaat hujan lebat sebagian material tanah terbawa ke hilir sungai yang mengakibatkan kekeruhan. Namun, dengan pembinaan dan pengawasan yang terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) berkoordinasi dengan Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah daerah kabupaten setempat, kekeruhan air sungai tersebut telah dapat diselesaikan dengan baik oleh PT SAE. 

Letak potensi panas bumi yang berada di wilayah kegunungapian, sangat dimungkinkan juga berasosiasi dengan wilayah kehutanan. Tak terkecuali potensi energi panas bumi yang berada di daerah Baturaden. PT SAE telah mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT SAE seluas 488,28 Ha tidak semuanya digunakan untuk kegiatan eksplorasi. Sesuai Pasal 6 ayat (2) huruf a dan huruf b angka 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, PT SAE juga berkewajiban untuk mengganti kompensasi lahan dengan rasio paling sedikit 1:2 atau membayar penerimaan negara bukan pajak dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai paling sedikit dengan ratio 1:1. Berdasarkan pengalaman pengembangan Panas Bumi di PLTP Kamojang, untuk mengembangkan 235 MW hanya membutuhkan lahan sekitar 107.7 Ha untuk jalan, kantor, warehouse, fasilitas produksi, dan PLTP.

Pada tahap eksplorasi kegiatan Panas Bumi cukup menggunakan UKL-UPL. Hal ini sebagaimana amanat Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) huruf a Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL bahwa kewajiban memiliki AMDAL untuk rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung dikecualikan bagi kegiatan eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi. Sehingga pada tahap eksplorasi Panas Bumi cukup menggunakan UKL-UPL, sedangkan AMDAL dibutuhkan pada tahap eksploitasi atau setelah kegiatan eksplorasi dinyatakan selesai.

Adapun manfaat pengembangan Panas Bumi bagi masyarakat daerah di sekitar area prospek Baturraden cukup banyak, antara lain: dapat dijadikan penerimaan daerah melalui Bonus Produksi yang dikenakan sebesar satu persen atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi atau 0.5 persen atas pendapatan kotor dari penjualan listrik, Dana Bagi Hasil dari pengusahaan Panas Bumi, peningkatan ekonomi setempat melaui penyerapan tenaga kerja dan program pengembangan masyarakat, serta manfaat tidak langsung lainnya. Beberapa kisah sukses pengembangan panas bumi di Indonesia mulai dari tahun 1980an yaitu PLTP Kamojang di Jawa Barat, tahun 1990an PLTP Salak dan Darajat di Jawa Barat, era 2000an PLTP Lahendong (Sulut) Dieng (Jateng) , Wayang Windu (Jabar) dan era 2010an untuk PLTP Ulu Belu (Lampung) serta Sarulla (Sumut). Sampai saat ini, tidak ada bencana lingkungan yang timbul akibat pengembangan panas bumi sebagaimana yg dikhawatirkan oleh masyarakat sekitar PLTP Baturraden.
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2017